BLOGGER ANAK GAUL DAN SUMBER INSPIRASI by yutritrinity YUTRITRINITY: 2010

Sabtu, 27 November 2010

CHIRROSIS HEPATIS

Chirrosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukn jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Tipe Chirrosis Hepatis
Ada tiga tipe chirrosis atau pembentukan parut dalam hati :
1. Chirrosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional ) dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebaban oleh alcoholisme kronis.
2. Chirrosis pasca nekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai tindak lanjut dari hepatitis virus akut sebelumnya
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis) ; insidensinya paling rendah
B. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menyebabkan peradangan hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologi beda, gambaran histologis sama atau hampir sama. Serta bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatic dan gangguan aliran darah porta dan menimbulkan hipertnsi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah fari reversible menjadi irreversible bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.
C. Etiologi
1. Hepatitis virus tipe B dan C
2. Alkohol
3. Metabolik ( hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia congenital, DM , penyakit penimbunan kolagen)
4. Kolestasisi kronik/sirosis bilier sekunder intra dan ekstra hepatic
5. Obstruksi aliran vena hepatic (Peny.vena oklusif, Sindrom Budd Chiari, Perikarditis konstriktiva, Payah jantung kanan)
6. Gangguan imunologis
7. Toksik dan obat ( MTX, INH, Metildopa)
8. Operasi pintasusus halus pada obesitas
9. Malnutrisi
10. Idiopatik
D. Tanda dan Gejala
Kriteria Soebandiri , bila terdapat 5 dari 7 :
1. Spider nevi
2. Venectasi/ vena kolateral
3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)
4. Spelomegali
5. Varices esophagus (hemel)
6. Ratio albumin : globulin terbalik
7. Palmar eritema
Manifestasi klinis berdasarkan :
1. Kompensata (belum mempengauhi fungsi hepar)
§ Demam intermitten
§ Spider nevi
§ Palmar eritema
§ Epistaksis
§ Edema kaki
§ Dispepsia
§ Nyeri abdomen
§ Hepatosplenomegali
2. Dekompensata
§ Ascites
§ Jaundice
§ Kelemahan fisik
§ Kehilangan BB
§ Epistaksis
§ Hipotensi
§ Atropi gonadal
Pemeriksaan Penunjang
§ Biopsi Hati
§ Darah rutin : Hb rendah, anemia normokromik normositer, hipokrom mikrositer ,hipokrom makrositer.
§ Kolesterol darah yang selalu rendah prognosis kurang baik
§ Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT). Kenaikan diakibatkan kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Pada sirosis inaktif tidak meningkat
§ Albumin menurun
§ Pemeriksaan CHE (kolinesterase) turun. Bila terjadi kenaikan berati terjadi perbaikan
§ Pemeriksaan kadar elektrolit penting untuk penggunaan diuretic dan pembatasan garam. Dalam enselopati kadar NA < 4 mEq/l menunjukkan terjadi sindrom hepatorenal
§ Masa Protrombin memanjang
§ Kadar gula darah meningkat karena kurangnya kemampuan hati membentuk glikogen
§ Marker serologi pertanda virus ; HbsAg/HbsAb, HbeAg/HbeAb, HBV DNA, HCV RNA.
§ Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) menentukan apakah ada keganasan. AFP > 500 – 1000 menunjukkan suatu kanker hati primer.
§ Radiologi : barium swallow untuk melihat adanya varises esofagus.
§ Esofagoskopi : melihat varises esofagus berupa adanya cherry red spot, red whale marking, diffus redness. Kemungkinan perdarahan
§ USG
§ Sidikan hati : radionukleid IV
§ Tomografi komputer
§ E R C P : untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik
§ Angiografi
§ Punksi ascites : pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan, kadar protein, amilase dan lipase.
F. Penatalaksanaan
Berdasarkan gejala yang ada.
§ Kompensata baik : kontrol, istirahat, diet TKTP, lemak secukupnya,
§ Penyebab diketahui : atasi atau hentikan penyebab
§ Atasi komplikasi ; ascites diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari, total cairan 1,5 l/hr, diuretic
§ Dengan perdarahan : resusitasi, lavase air es, hemostatik, antasid/antagonisB2, sterilisasai usus, klisma tinggi, skleroterapi, ligasi endokospik varises
§ Pencegahan pecahnya varises esofagus : farmakoterapi, ligasi varises.
G. Garis besar penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan hematemesis melena
§ Hentikan/cegah perdarahan berulang
§ Mengeliminasi produk darah
§ Stabilkan hemodinamik
§ Menurunkan kecemasan
§ Fasilitasi bedrest selama fase pemulihan
§ Tingkatkan asupan nutrisi
§ Perawatan kulit
§ Hentikan/cegah perdarahan berulang
§ Mengeliminasi produk darah
§ Stabilkan hemodinamik
§ Menurunkan kecemasan
§ Fasilitasi bedrest selama fase pemulihan
§ Tingkatkan asupan nutrisi
§ Perawatan kulit
§ Cegah infeksi

Gangguan Jiwa atau Mental Disorder

Merupakan sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau gangguan didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak didalam hubungan antara orang dengan masyarakat (Rusdi Maslim, 1998).

Klasifikasi Gangguan Jiwa
Klasifikasi psikiatri melibatkan pembedaan dari perilaku normal dari abnormal. Dalam hal ini normal dan abnormal dapat berarti sehat dan sakit, tetapi bisa juga digunakan dalam arti lain. Sejumlah gejala psikiatri berbeda tajam dari normal dan hampir selalu menunjukkan penyakit ( Ingram et al., 1993): Gangguan Jiwa dibagi menjadi dua kelainan mental utama, yaitu penyakit mental dan cacat mental. Cacat mental suatu keadaan yang mencakup difisit intelektual dan telah ada sejak lahir atau pada usia dini. Penyakit mental secara tidak langsung menyatakan yang kesehatan sebelumnya, kelainan yang berkembang atau kelainan yang bermanifestasi kemudian dalam kehidupan

1. Penyakit mental secara prinsip dibagi dalam psikoneurosis dan psikosis. Kategori ini sesuai dengan awam tentang kecemasan dan kegilaan. Psikoneurosis merupakan keadaan lazim yang gejalanya dapat dipahami dan dapat diempati. Psikosis merupakan penyakit yang gejalanya kurang dapat dipahami dan tidak dapat diempati serta klien sering kehilangan kontak realita.
2. Istilah fungsional dan organik menunjukkan etiologi penyakit dan digunakan untuk membagi psikosis. Psikosis fungsional berarti ada gangguan fungsi, tanpa kelainan patologi yang dapat dibuktikan


Penyebab Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis, 1994). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.

Macam-Macam Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
1). Skizofrenia.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et al.,1995).
2). Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktiftas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).
3). Kecemasan
Kecemasan sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
4). Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif, kepridian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat, Maslim (1998).
5). Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.
6). Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
7). Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).
8). Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.
Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.
e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

Faktor Predisposisi Kecemasan
Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989) yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani.

Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
a. Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
b. Fase 2 (dua)
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985).
Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996).

1. Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3. Kecemasan berat; Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.


Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

* Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
* Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
* Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
* Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.
* Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.

Respon Psikologis terhadap Kecemasan

* Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
* Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
* Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

(Kaplan, Sadock, 1997).

Kamis, 30 September 2010

gastritis

Gastritis is an inflammation of the lining of the stomach, and has many possible causes.[1] The main acute causes are excessive alcoholconsumption or prolonged use of nonsteroidal anti-inflammatory drugs (also known as NSAIDs) such as aspirin or ibuprofen. Sometimes gastritis develops after major surgery, traumatic injury, burns, or severe infections. Gastritis may also occur in those who have had weight loss surgery resulting in the banding or reconstruction of the digestive tract. Chronic causes are infection with bacteria, primarilyHelicobacter pylori. Certain diseases, such as pernicious anemia, chronic bile reflux, stress and certain autoimmune disorders can cause gastritis as well. The most common symptom is abdominal upset or pain. Other symptoms are indigestion, abdominal bloating, nausea, and vomiting. Some may have a feeling of fullness or burning in the upper abdomen.[2][3] A gastroscopy, blood test, complete blood count test, or a stool test may be used to diagnose gastritis.[4] Treatment includes taking antacids or other medicines, such as proton pump inhibitors or antibiotics, and avoiding hot or spicy foods. For those with pernicious anemia, B12 injections are given.[5

Signs and symptoms

A peptic ulcer may accompany gastritis.Endoscopic image.
Many people with gastritis experience no symptoms at all. However, upper central abdominal pain is the most common symptom; the pain may be dull, vague, burning, aching, gnawing, sore, or sharp.[6] Pain is usually located in the upper central portion of the abdomen,[3] but it may occur anywhere from the upper left portion of the abdomen around to the back.
Other signs and symptoms may include:
  • Nausea
  • Vomiting (if present, may be clear, green or yellow, blood-streaked, or completely bloody, depending on the severity of the stomachinflammation)
  • Belching (if present, usually does not relieve the pain much)
  • Bloating
  • Feeling full after only a few bites of food[6]
  • Loss of appetite
  • Unexplained weight loss

    Causes

    [edit]Acute

    Erosive gastritis is gastric mucosal erosion caused by damage to mucosal defenses.[2] Alcohol consumption does not cause chronic gastritis. It does, however, erode the mucosal lining of the stomach; low doses of alcohol stimulate hydrochloric acid secretion. High doses of alcohol do not stimulate secretion of acid.[8] NSAIDs inhibit cyclooxygenase-1, or COX-1, an enzyme responsible for the biosynthesis of eicosanoids in the stomach, which increases the possibility of peptic ulcers forming.[9] Also, NSAIDs, such as aspirin, reduce a substance that protects the stomach called prostaglandin. These drugs used in a short period of time are not typically dangerous. However, regular use can lead to gastritis.[10]

    [edit]Chronic

    Chronic gastritis refers to a wide range of problems of the gastric tissues that are the result of H. pylori infection.[2] The immune system makes proteins and antibodies that fight infections in the body to maintain a homeostatic condition. In some disorders the body targets the stomach as if it were a foreign protein or pathogen; it makes antibodies against, severely damages, and may even destroy the stomach or its lining.[10] In some cases bile, normally used to aid digestion in the small intestine, will enter through the pyloric valve of the stomach if it has been removed during surgery or does not work properly, also leading to gastritis. Gastritis may also be caused by other medical conditions, including HIV/AIDS, Crohn's disease, certain connective tissue disorders, and liver or kidney failure.[7]

    [edit]Metaplasia

    Mucous gland metaplasia, the reversible replacement of differentiated cells, occurs in the setting of severe damage of the gastric glands, which then waste away (atrophic gastritis), which are progressively replaced by mucous glands. Gastric ulcers may develop; it is unclear if they are the causes or the consequences. Intestinal metaplasia typically begins in response to chronic mucosal injury in the antrum, and may extend to the body. Gastric mucosa cells change to resemble intestinal mucosa and may even assume absorptive characteristics. Intestinal metaplasia is classified histologically as complete or incomplete. With complete metaplasia, gastric mucosa is completely transformed into small-bowel mucosa, both histologically and functionally, with the ability to absorb nutrients and secrete peptides. In incomplete metaplasia, the epithelium assumes a histologic appearance closer to that of the large intestine and frequently exhibits dysplasia.[2]

    [edit]Helicobacter pylori

    Helicobacter pylori colonizes the stomach of more than half of the world's population, and the infection continues to play a key role in the pathogenesis of a number of gastroduodenal diseases. Colonization of the gastric mucosa with Helicobacter pylori results in the development of chronic gastritis in infected individuals and in a subset of patients chronic gastritis progresses to complications (i.e. ulcer disease, gastric neoplasias, some distinct extra gastric disorders).[11] However, gastritis has no adverse consequences for most hosts and emerging evidence suggests that H. pylori prevalence is inversely related to gastroesophageal reflux disease and allergic disorders. These observations indicate that eradication may not be appropriate for certain populations due to the potentially beneficial effects conferred by persistent gastric inflammation.[12]

    [edit]Diagnosis

    Often, a diagnosis can be made based on the patient's description of his or her symptoms, but other methods may be used to verify:
    • Blood tests:
      • Blood cell count
      • Presence of H. pylori
      • Pregnancy
      • Liver, kidney, gallbladder, or pancreas functions
    • Urinalysis
    • Stool sample, to look for blood in the stool
    • X-rays
    • ECGs
    • Endoscopy, to check for stomach lining inflammation and mucous erosion
    • Stomach biopsy, to test for gastritis and other conditions[13]

    [edit]Treatment

    Over-the-counter antacids in liquid or tablet form are a common treatment for mild gastritis. Antacids neutralize stomach acid and can provide fast pain relief. When antacids don't provide enough relief, medications such as cimetidine, ranitidine, nizatidine or famotidine that help reduce the amount of acid the stomach produces are often prescribed. An even more effective way to limit stomach acid production is to shut down the acid "pumps" within acid-secreting stomach cells. Proton pump inhibitors reduce acid by blocking the action of these small pumps. This class of medications includes omeprazolelansoprazolerabeprazole, and esomeprazoleProton pump inhibitors also appear to inhibit H. pylori activity.[14] Cytoprotective agents are designed to help protect the tissues that line the stomach and small intestine. They include the medications sucralfate and misoprostol. If NSAIDs are being taken regularly, one of these medications to protect the stomach may also be taken. Another cytoprotective agent is bismuth subsalicylate. In addition to protecting the lining of stomach and intestines, bismuth preparations appear to inhibit H. pylori activity as well. Several regimens are used to treat H. pylori infection. Most use a combination of two antibiotics and a proton pump inhibitor. Sometimes bismuth is also added to the regimen. The antibiotic aids in destroying the bacteria, and the acid blocker or proton pump inhibitor relieves pain and nausea, heals inflammation, and may increase the antibiotic's effectiveness.[15]

    [edit]References

    1. ^ "Gastritis"University of Maryland Medical Center (University of Maryland Medical System). 2002-12-01. Retrieved 2008-10-07.
    2. a b c d "Gastritis". Merck. January 2007. Retrieved 2009-01-11.
    3. a b "Gastritis"National Digestive Diseases Information Clearinghouse (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases). December 2004. Retrieved 2008-10-06.
    4. ^ "Gastritis: Diagnostic Tests for Gastritis". Wrong Diagnosis. December 30 2008. Retrieved 2009-01-11.
    5. ^ "What is Gastritis?"Cleveland Clinic (WebMD). Retrieved 2009-01-11.
    6. a b "Gastritis Symptoms". eMedicineHealth. 2008. Retrieved 2008-11-18.

Malaria


Sebab dan gejala

Malaria disebabkan oleh parasit protozoaPlasmodium (salah satu Apicomplexa) dan penu bila tak terawat; anak kecil lebih mungkin berakibat fatal.

[sunting]Pengobatan

Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit terhadap klorokuin.
Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara intravena. Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi terhadap klorokuin, karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin.
Prinsip penanganan malaria secara umum adalah bila tanpa komplikasi diberikan peroral artesunat kombinasi dengan amodiakuin (artesdiakuin) atau coartem atau duo-cotexcin, sedangkan malaria dengan komplikasi diberikan artesunat 2,4 mg/kgbb pada jam ke 0 - 12 - 24 - 72 dan seterusnya sampai pasien bisa diterapi secara oral atau digunakan artemeter 3,2 mg/kgbb dilanjutkan dengan 1,6 mg/kgbb.

Selasa, 21 September 2010

asam urat......

Asam urat atau yang sering identik dengan rematik/ encok merupakan penyakit 
yang ditandai rasa nyeri pada tulang, sendi, otot, dan jaringan sekitar sendi. 
Penyakit ini banyak ragam penyebabnya, diantaranya: kurang tidur sehingga 
terjadi penumpukan asam laktat, penggunaan sendi yang berlebihan yang 
menyebabkan terjadinya peradangan atau peradangan oleh sebab lain karena 
terlalu banyak berjalan, turun naik tangga, sering jongkok berdiri, atau sebab 
lain yang menyebabkan kelebihan asam urat pada jaringan atau persendian.
  Asam urat merupakan kristal putih yang tidak berbau dan berasa, yang 
dihasilkan oleh proses metabolisme utama, yaitu suatu proses kimia dalam inti 
sel yang berfungsi menunjang kelangsungan hidup. Proses dimulai dari makanan 
yang berupa karbohidrat, protein, dan selulosa (serat) dengan melalui proses 
kimia dalam tubuh untuk diubah menjadi tenaga (energi) dan bahan-bahan kimia 
lain yang dibutuhkan tubuh. Bila terjadi penyimpangan dalam proses metabolisme 
maka akan menyebabkan terjadinya kelebihan dan penumpukan asam urat.
  Kelebihan asam urat dalam darah akan menyebabkan pengkristalan pada 
persendian dan pembuluh kapiler darah terutama yang dekat dengan persendian dan 
akibatnya apabila pensendian digerakkan akan terjadi pergesekan antar 
kristal-kristal tersebut sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penumpukan asam urat 
yang kronis pada persendian menyebabkan cairan getah bening yang berfungsi 
sebagai pelumas (lubrikan) sendi menjadi tidak berfungsi dan akibatnya 
persendian tidak dapat digerakkan. Demikian juga bila kristal asam urat 
mengendap pada pembuluh kapiler darah, bila kita bergerak, kristal-kristal asam 
urat akan tertekan ke dinding pembuluh darah kapiler sehingga ujung kristal 
yang runcing akan menusuk ke dinding pembuluh darah kapiler yang menimbulkan 
efek nyeri.
  Faktor Penyebab Asam Urat:
  1. Faktor dari dalam
  Terjadinya proses penyimpangan metabolisme yang umumnya berkaitan dengan 
faktor usia, dimana usia diatas 40 tahun atau manula beresiko besar terkena 
asam urat.
  2. Faktor dari luar
  Berupa makanan dan minuman yang dapat merangsang pembentukan asam urat 
seperti makanan yang mempunyai kadar karbohidrat dan protein tinggi seperti 
kacang-kacangan, emping, melinjo, daging (terutama jeroan), ikan, dan coklat 
serta minuman yang mengandung kafein seperti kopi, teh, dan minuman ringan cola.

  Saran
  · Sebaiknya gunakan air hangat saat mandi pagi karena air hangat menyebabkan 
pergerakan sendi menjadi mudah sehingga penderita asam urat lebih mudah 
bergerak.
  · Bagi penderita asam urat yang bertubuh gemuk, disarankan menurunkan berat 
badan agar beban persendian berkurang.
  · Istirahat cukup dimalam hari setidaknya 8 sampai dengan 9 jam untuk 
menanggulangi keletihan.
  · Hindari stress yang dapat memicu kemarahan.
  · Hindari makanan yang dapat meningkatkan asam urat dan minuman yang 
mengandung kafein.

stroke...

Stroke
  Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya 
aliran darah ke otak/ retaknya pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak 
dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensorik atau motorik 
tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran. Otak adalah organ manusia 
yang sangat kompleks dan setiap areanya mempunyai fungsi yang sangat spesifik, 
spektakuler, dan sangat spesial yang merupakan kumpulan syaraf yang sangat 
menakjubkan dan bertanggung jawab terhadap semua sinyal dan sensasi yang 
membuat manusia dapat berfikir, bergerak, dan bereaksi. Untuk dapat menjalankan 
fungsinya, otak memerlukan sejumlah besar energi untuk menjaga agar selalu 
dapat bekerja, yang diperoleh dari darah yang disirkulasikan dari jantung 
melalui pembuluh arteri menuju otak, dan area lainnya dari tubuh yang membawa 
suplai oksigen dan nutrisi secara terus menerus dan kontinyu. Hal ini 
disebabkan karena otak merupakan organ tubuh yang tidak dapat menyimpan
 energi.
  Pergolongan Stroke
  1. Stroke Iskemik (Penyumbatan Pembuluh Darah)
  Stroke yang terjadi apabila salah satu cabang dari pembuluh darah otak 
mengalami penyumbatan, sehingga bagian otak yang seharusnya mendapat suplai 
darah dari cabang pembuluh darah tersebut akan mati karena tidak mendapatkan 
suplai oksigen dan aliran darah sebagaimana seharusnya.
  2. Stroke Hemoragik (Stroke Pendarahan)
  Stroke yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak, terkait dengan 
fluktuasi tekanan darah yang terjadi pada saat tekanan darah sedang tinggi. 
Gesekan dari darah yang mengalir pada penderita hipertensi bisa menyebabkan 
pecahnya pembuluh darah bagian dalam sehingga pembuluh darah tidak lagi valid/ 
melemah dan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah saat tekanan darah naik.
  Beberapa Tanda dan Gejala Stroke
  1. Gejala stroke sementara (sembuh dalam beberapa menit/ jam)
  · Sakit kepala secara tiba-tiba, pusing, bingung.
  · Penglihatan kabur atau kehilangan ketajaman penglihatan pada satu atau 
kedua mata.
  · Kehilangan keseimbangan (limbung), lemah.
  · Rasa kebal atau kesemutan pada sisi tubuh.
  2. Gejala stroke ringan
  · Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara.
  · Kelemahan/ kelumpuhan tangan/ kaki.
  · Bicara tidak jelas.
  3. Gejala stroke berat (sembuh/ mengalami perbaikan dalam beberapa bulan/ 
tahun, atau tidak bisa sembuh sama sekali)
  · Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara dan ringan.
  · Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran).
  · Kelemahan/ kelumpuhan tangan/ kaki.
  · Bicara tidak jelas/ hilangnya kemampuan bicara.
  · Sukar menelan.
  · Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan fases.
  · Kehilangan daya ingat dan konsentrasi.
  · Terjadi perubahan perilaku misalnya: bicara tidak menentu, mudah marah, 
tingkah laku seperti anak kecil, dll.

diabetes militus

Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Diabetes Mellitus / DM dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah atau kencing manis yang mempunyai jumpah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di seluruh dunia.
Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah menjadi glokosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan.
Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan demikian air seni penderita kencing manis akan mengandung gula sehingga sering dilebung atau dikerubuti semut. Selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar, sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal, dan sebagainya. Kandungan atau kadar gula penderita diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200 mg/dl. Pada orang normal kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.
Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta melaksanakan / menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang sudah sakit.
Terdapat dua tipe diabetes mellitus, DM tipe 1 adalah di mana tubuh kekurangan hormon insulin atau istilahnya Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 di mana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya atau istilahnya Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Diabetes bukan 100% penyakit turunan. Diabetes melistus bisa disebakan riwayat keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa terkena penyakit kencing manis baik tua maupun muda. Waspada bagi anda yang memiliki orang tua yang merupakan pengidap diabetes, karena anda akan juga memiliki bakat gula darah jika tidak menjalankan gaya hidup yang baik.
Resiko terkena diabetes dapat dikurangi dengan mengatur pola makan yang sehat, rajin olahraga, tidur yang cukup, menghindari rokok mirasantika dan lain sebagainya. Bagi anda yang sudah terkena diabetes sebaiknya berolahraga setiap pagi, makan makanan yang bergizi rendah karbohidrat dan lemak namun tinggi protein, vitamin dan mineral. Perbanyak makan sayuran dan makanan berserat tinggi lainnya. Rajin-rajin memeriksakan kandungan gula darah anda dan menginjeksi insulin ke dalam tubuh dan minum obat jika diperlukan sesuai petunjuk dokter secara teratur. Dengan begitu anda dapat menghindar dari resiko efek yang lebih parah.